I’m a nameless chess pawn simply going through the motions of the game of life but can’t fit in the black or white category.
Aku: “Hidup itu berwarna-warni, atau semestinya ada abu-abu.. Tapi kenapa orang hanya melihat dikotomi hitam dan putih?”
Bidak catur: “Kenyataannya memang hanya ada hitam dan putih, tidak pernah ada grey area, situational circumstances, ataupun technicality. Kalau kau bajingan ya sudah bajingan saja gak ada sisi baiknya. Pilih tujuan akhir neraka ya neraka, surga ya surga, iblis versus tuhan, baik versus jahat, tidak bisa gelap menyatu dengan terang.”
Aku: “Ta.. tapi dalam banyak hal tertentu di kehidupan ini pasti ada paradoks. Kita memanfaatkan kebebasan untuk mendefiniskan benar dan salah menurut persetujuan sendiri. Baik-buruk bisa diputarbalikkan untuk yang berkepentingan. Mengapa banyak paradoks tapi tidak boleh berpikir secara paradoks?”
Bidak catur: “Karna membingungkan. Pemikiran seperti itu hanya membawamu kepada delusional ignorance dan siksaan hati yang intens, kawan. Make it clear which side you stand on.”
. . . . . . .
But I am a nameless chess pawn, who simply going through the motions of the game of life, but can’t fit in with the black, nor the white side.
Maybe I just can fit in with pizza and cheese, because they don’t judge, they just love.