Aku adalah kontradiksi.
Aku hampir tidak pernah benar-benar serius dalam suatu hal, tapi juga terlalu serius.
Aku kejam dan berdarah dingin, tapi juga sensitif.
Aku memakai logika, tapi juga bertindak impulsif.
Aku ingin bahagia, tapi selalu memikirkan hal yang menyedihkan.
Aku pesimis, tetapi ambisius.
Aku benci diriku sendiri, tapi juga menyukainya.
Aku terlalu idealis, tapi juga sangat realistis.
Aku bilang tidak peduli, tapi nyatanya aku memikirkannya.
Aku sangat menikmati kesendirian, tapi juga merasa kosong dan kesepian.
Aku tenang, tetapi kacau.
Aku haus perhatian, tapi aku menolak diberi perhatian.
Aku benci semua orang, tapi juga memiliki kasih pada setiapnya.
Aku ingin membangun koneksi mendalam, tapi selalu merasa terpisah dari dunia.
Aku lega bahwa aku hanya sebutir debu yang mudah terlupakan, tapi juga ingin dianggap ada.
Aku terlalu dalam, tapi juga terlalu dangkal.
Aku bisa ditebak dalam tidak tertebaknya aku.
Aku hidup, tapi aku mati.
Pikiranku berantakan.
Otakku adalah medan tempur.
Paradoks.
Seperti halnya benda-benda material yang lucunya disusun oleh sesuatu yang non-material.
Seperti oksigen yang menyokong kehidupan, tapi juga menyebabkan kemerosotan keberadaannya.
Seperti ironisnya kebebasan manusia untuk memilih, tapi juga tidak bebas dari konsekwensi pilihannya.
Seperti alam semesta yang selalu mengada dan kekal, tapi juga selalu berubah.
Aku. Adalah sebuah kontradiksi.